Sabtu, 21 April 2012

Bersama mu.

Sejak hari itu ...
Ketika kita menangis bersamaan dalam peluk yang bersahaja,
"Hari ini kau sudah bekerja keras, tetap semangat, Fighten Up You Will Just Fine"

Benar kata dosenku dulu,
"Suatu saat nanti, akan ada orang lain yang siap berjuang untuk dirimu dan anak-anakmu, semakin dewasa kita, kita akan menyadari tidak akan ada pangeran yang berkuda putih, tapi orang itu akan lebih gagah dari pangeran dan lebih indah dari berlian"

Kau,
Menilai aku bukanlah orang yang romantis,
kamu betul,
"urakan, ceroboh, berantakan, pelupa, dan mudah gugup," itu kata mu.
"kamu itu aneh, kamu menghadapi dunia ini bukan dengan otak mu, tapi kau menghadapi dunia ini dengan hati mu. Kau terlalu polos untuk ditipu."
Maka, aku pun bilang "Kau terlalu sombong dengan kebodohanmu" kau pun tak marah, "kau tahu, dari dulu aku ini orang yang sombong" itulah kau mas, selalu jujur.

Diawal kita menikah, aku masak terong gosong, tepat di hari pertama Ramadhan, dan kau pun tetap memakannya tanpa komentar. (Itu karena, kau selalu ingat Sunah Rasul tentang makanan, "perlakuan Rasulallah terhadap makanan itu ada dua, jika tidak dimakan maka Beliau akan Diam. ya, Makan atau diam.")

Ternyata ada hal yang lucu, kenapa aku tidak bisa memasak, Umi yang memberitahu ku. Diantara anak Umi, kau yang paling bawel dengan masakan, kurang inilah kurang itulah, terlalu inilah, terlalu itulah, sampai membuat Umi kesal, dan berkata "Tahu rasa Loh, kalau punya istri gak bisa masak !"


Perkembangan setelah 9 (sembilan) Bulan...
aku sudah mahir memasaka, Abah paling suka masakanku.. Luar Biasa.
meskipun kau masih dengan gaya sombongmu, masakanku tidak enak... Tapi aku luar biasa, telah mengubah kebiasaanmu untuk tidak bawel dengan makanan.

Kau suami yang penyabar, baik hati, luar biasa, unik, selalu meminta maaf duluan, dan penuh semangat.
Maafkan aku ya Mas, karena aku belum bisa jadi istri Shalihah.

Doakan aku dalam perjaungan ini...

Jakarta, 21 April 2012 / 09:37 PM
Menunggu Suami Pulang kerja,
Hati ini indah bersama mu.


Senin, 02 April 2012

Apakah aku sudah jatuh cinta padamu?

Hari ini tak sesunyi yang aku inginkan, mungkin karena aku telah menyakiti seseorang. Seseorang yang aku kagumi. Tak sengaja atau sengaja yang jelas aku sudah membuatnya kecewa hari ini.

Entah mengapa akhir-akhir ini begitu berbeda, seakan aku ingin terus menangis. Tapi apa yang harus aku tangisi, sepertinya tidak ada alasan untuk melakukan itu. Apa aku hanya kurang bersyukur, Rabbi ampunilah hambaMu ini.

***

Beri aku jawaban

Atas apa yang kutanyakan

Lewat kepolosan yang mungkin

Membuatmu kesal.

Lewat sikap yang mungkin

Membuatmu berbalik bersikap demikian

Aku mengemis akan hal itu

Lewat senyumku yang begitu getir

Lewat air mataku yang mengalir

Disudut kebingunan

Mengapa, ada apa denganku, salahkah aku

Jika aku harus berpetualang kembali mencari kesempurnaan cinta, dalam diamku.

Ku harap kau memahami kenapa aku begitu membutuhkan kesempurnaan itu,

Karena aku ingin mencintaimu dengan utuh

Tanpa syarat.

*****

Hari ini aku bahagia, aku kembali. Ya, aku harus memulainya, meninggalkan egois diri. Menatap matanya dan mengatakan “aku menyayangimu.” Dua kata yang selalu kamu bilang, “sesuatu yang luar biasa ketika kamu mengatkan itu padaku. Maafkan aku sayang, ternyata aku kurang bersyukur, terlalu memanjakan egois, dan memuja masalah sebagai hal yang luar biasa, begitu lalai memaknai hakikat kenapa Allah Ta’ala memberi episode ini dalam hidup kita, karena Ia ingin menjadikan rumah tangga kita berpondasi karang keimanan, yang apabila diuji kita bersabar dan apabila diberi nikmat kita bersyukur.

Sayangku, tataplah aku. Ku ingin katakan sesuatu padamu. “Betapa anugerah ini indah bagiku, tapi kenapa aku begitu buta untuk melihat RahmatNya. Sempurnakanlah Imanku dengan Maaf darimu.”

***

Ya, Ku tahu jawabannya aku jatuh cinta padamu

Tapi ku tak mau lagi cinta yang dulu,

Cinta yang membawa aku pada ketakutan untuk kehilanganmu

Kini telah ku temukan, bersamamu. Cinta yang saling melengkapi untuk hidup bersama.

Kau pun punya hak untuk mengkhawatirkanku,

Tak hanya aku seorang yang merasakan khawatir itu

Ketika segalanya berubah,

Dalam perjalanan cerita cinta kita

Maka kita akan terus mencintai tanpa syarat,

Mengharap Ridha dari Nya, sang Maha Cinta.

Diakhir cerita cinta kita

Setiap tetes air mata yang tertumpah

Karena marah, dan emosi

Hanya akan terasa seperti tetes embun

Di pagi buta, yang tak lama akan menguap bersama hangatnya mentari.

Hanya sejenak saja tearsa

Namun,

Tak semudah itu sayang,

Sang waktu akan menggedor-gedor kesabaran kita, untuk mengusiknya

Bertempur bersama keinginan untuk menjadi pemenang, padahal itu kekalahan yang nyata.

Karena daun akan bergucang , dan embun pun akan gugur sebelum takdirnya.

Diakhir cerita cinta kita

Suatu saat nanti

Hati kita yang akan terus berpelukan

Dalam dekap kenangan

Dalam rindu yang terinvestasi

Sebagai doa dan harapan,

Kita akan menjadi sepasang suami istri kembali dalam SyurganNya.

Untuk suami tercinta

Chairul Irsan,

“Mas, perjuangan kita belum usai. Tetap beri aku semangat”